Jawaban(1 dari 5): Saya py pemahaman begini : Ini permainan politik setan, dlm Islamsetan gak berani ganggu org yg bener2 yakin dgn perlindungan Allah, nah yg gak yakin atau separo yakin bakalan dibully ama setan initrus jd lahan bisnis bt org2 yg bersekutu atau yg merasa bs "berkomunikasi" d
Ceritarakyat Indonesia menampilkan berbagai macam cerita tentang hantu dan roh animis. kerasukan menjadi gila. Ada mantra khusus yang diperlukan untuk mengusir roh-roh jahat ini. Agar para Pishacha tetap kenyang dan untuk menghindari dari amukannya, mereka diberikan bagian dari persembahan selama acara dan festival keagamaan tertentu
Menurutkepercayaan suku Anak Dalam, wanita hamil berada dalam keadaan lemah sehingga = mudah diganggu roh halus 8. Aseak adalah upacara mengusir roh jahat dan pengobatan untuk = penduduk dengan membacakan mantra 9. Mantra digunakan juga untuk dan = Mengusir roh jahat dan pengobatan 10.
Ayatdan Doa Mengusir Roh Jahat Menurut Islam- Kita semua gelisah dan tidak suka, jika rumah kita menjadi tempat singgahan setan. Karena Allah ta'ala telah menetapkan, setan sebagai musuh yang sebenarnya bagi manusia. Sudah pasti tak ada keiinginan yang lebih besar dalam benak mereka, kecuali menimpakan bahaya dan malapetaka kepada manusia
PengenalanSutra. {Qi Fo Mie Zui Zhen Yan} bisa menghapuskan karma buruk, aman dan sejahtera, lancar dalam setiap hal, mendatangkan berkah bagi keturunan. Paritta ini bisa menghapuskan karma buruk ringan di kehidupan ini, untuk menghapus karma buruk yang berat dan karma buruk di kehidupan lalu harus melafalkan {Li Fo Da Chan Hui Wen} baru dapat
MantraHati Buddha & Bodhisattva. 01 Buddha Sakyamuni : Namo samantho motonam pho. 02 Buddha Amithaba : Om ami te wa sie (Houw Ciang Kun - hokkian), ia dianggap dapat membantu Tu Di mengusir roh-jahat dan menolong rakyat dari malapetaka. Seperti juga Cheng Huang, Tu Di Gong mempunyai masa jabatan yang terbatas. Jabatan Tu Di Gong biasanya
. Lifestyle Inspirasi & Unik Rabu, 16 Februari 2022 - 0000 WIB Ritual Eksorsisme Sumber Instagram dodsvelehardingfele VIVA – Ritual pengusir setan mungkin tidak asing lagi di telinga dan masih banyak dilakukan hingga kini baik di Indonesia sendiri maupun di berbagai negara lainnya. Seperti yang diketahui, di dunia ini menusia juga dikelilingi oleh roh-roh jahat. Bahan tak sedikit orang-orang yang terpengaruh dan akhirnya tubuh mereka dirasuki oleh roh jahat begitu, roh jahat yang merasuki tubuh atau bahkan berada di tempat-tempat tertentu ternyata dapat diusir dan dihilangkan dengan ritual pengusir setan. Ada berbagai macam ritual pengusir setan yang ada di dunia. Apa saja itu? Berikut ini ritual pengusir setan yang ada di berbagai negara yang salah satunya juga ada di Indonesia. 1. Eksorsisme di berbagai negara Ritual Eksorsisme Photo Instagram dodsvelehardingfele Eksorsisme merupakan salah satu cara mengusir roh jahat pada suatu tempat atau seseorang yang sedang dirasuki. Cara ini sudah cukup lama sekali dikenal dan digunakan oleh berbagai kepercayaan di berbagai negara. Biasanya dalam ritual eksorsis ini menggunakan mantra, doa-doa, simbol, gerakan, jimat, gambar atau patung orang suci dan yang lainnya. Hal itu diperlukan untuk mengusir roh jahat tersebut. Ritual ini tidak menggunakan kekerasan terhadap orang yang sedang kerasukan, bahkan jika seseorang tersebut menyakiti dirinya sendiri maka tubuhnya lebih baik akan diikat untuk menghindari hal tersebut. 2. Ruqyah di Indonesia Ilustrasi berdoa. Halaman Selanjutnya Ruqyahah dikenal dalam agama Islam sebagai sebuah metode penyembuhan untuk berbagai penyakit dengan membacakan doa-doa kepada orang yang sakit mulai dari terkena ain, sihir, kerasukan, rasa sakit, gangguan jiwa, gangguan jin bahkan hingga sengatan hewan dan bisa. Doa-doa yang dibacakan saat ruqyah tentunya harus berasal dari ayat-ayat dalam Al-Quran dan Sunnah untuk meminta pertolongan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar seseorang yang menagalmi sakit dapat sembuh. Doa tersebut kemudian akan ditiupkan pada telapak tangan atau anggota tubuh lain dari orang yang dirukiah. Kami kirim berita paling update di pagi dan sore hari langsung ke telegram Kamu! Pssst ada quiz dan giveaway juga Topik Terkait Ritual Roh Jahat Sagwara Setan Jangan Lewatkan Terpopuler Berikut hal yang dapat dilakukan untuk tetap bergairah tanpa berkeringat saat hubungan seks. Ya, meski gairah seksual seseorang bervariasi, namun jika berbicara mengenai horny lebih banyak dialami oleh pria. Ada sejumlah agama terbesar di dunia seperti halnya di Indonesia, ada beberapa agama tersebar seperti Islam, Kristen serta agama-agama lainnya. Kebanyakan orang hanya mengetahui bahwa sedekah adalah memberikan secara sukarela harta kita untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Padahal, sedekah tidak melulu harus uang Pengguna media sosial pun berlomba mencari tahu sosok Putri Ariani, namun dikejutkan dengan balasan komentar langsung dari gadis tuna netra itu. Lantas bagaimana caranya? Selengkapnya VIVA Networks Komisaris Suzuki Indonesia, Soebronto Laras mengatakan, masih menunggu kebijakan pemerintah, dan dana segar dari konglomerat yang bersiap bikin pabrik kendaraan listrik. Modifikasi Aerox itu mengusung tema Camel Yamaha Moto GP Team, yang merupakan livery ikonik yang dikenakan pada motor YZR-M1 milik pembalap legendaris Valentino Rossi. Selengkapnya Isu Terkini
SENI SOSIAL Āṭānāṭiya Sutta dalam Bahasa Pali dan Terjemahan Bahasa Indonesia Question Apakah di Agama Buddha, ada mantra untuk mengatasi gangguan makhluk jahat yang tidak kasat mata seperti setan atau hantu jahat yang suka mengganggu, menyakiti, bahkan hingga taraf mengancam keselamatan manusia? Brief Answer Sejak zaman dahulu kala hingga era modern ini, gangguan roh-roh jahat tetap menjadi salah satu masalah yang kerap mengganggu ketenangan hidup umat manusia, semata karena yang menyakiti ialah sosok-sosok yang tidak kasat mata serta menyakiti dalam “senyap”, bahkan ada pula sebagian orang-orang tidak bermoral yang memanfaatkan roh-roh jahat tersebut sebagai alat untuk berbuat jahat seperti menyakiti manusia lainnya. Sutta, sejatinya ialah berisi khotbah Sang Buddha ketika membabarkan Dhamma, namun terdapat beberapa sutta yang memang khusus diperuntukkan untuk membangun perlindungan dari makhluk-makhluk tidak kasat mata. Terdapat beragam sutta yang dibabarkan oleh Sang Buddha untuk melindungi para bhikkhu dan bhikkhuni maupun bagi para umat perumah-tangga dari gangguan makhluk-makhluk halus yang tidak kasat mata yang memiliki niat buruk. Salah satu sutta yang diyakini paling kuat untuk membentengi diri dan memberikan perlindungan bagi manusia yang merapalkannya chanting, ialah Āṭānāṭiyasuttaṃ Āṭānāṭiya Sutta. Namun, perlu penulis beri catatan, kekuatan dibalik paritta barulah “powerfull” bilamana pihak yang merapalkannya memiliki moralitas yang baik dan murni, bila perlu suci dan bersih perilakunya. Sama seperti kekuatan dibalik meditasi, bilamana mereka yang berlatih meditasi telah ternyata memiliki moralitas yang kurang baik dan tidak luhur, maka adalah percuma saja berlatih meditasi karena hanya akan membuang-buang waktu tanpa faedah. Itulah yang disebut sebagai membangun pulau perlindungan bagi diri kita sendiri, yakni lewat moralitas yang baik maka baik pariita maupun meditasi akan mampu menampilkan kekuatannya secara optimal dan gemilang. PEMBAHASAN ~ Āṭānāṭiyasuttaṃ ~ [Huruf Pali “ṃ”, m dengan titik dibawahnya, dibaca “ng”. Sementara huruf Pali “v”, dilafalkan sebagai “w”. Semisal “Evaṃ me sutaṃ” dibaca “Ewang me sutang”. Huruf Pali “ñ”, dibaca “ng”. Garis diatas huruf vokal, dibaca secara panjang. Huruf Pali “e” dan “o”, dibaca panjang. Semisal “purisājañña” dibaca “purisaa-jany-nya”, “cattāro” dibaca “cat-taa-roo”. Sutta-sutta ini dikatakan efektif di seluruh sepuluh ribu alam semesta.] Ekaṃ samayaṃ bhagavā rājagahe viharati gijjhakūṭe pabbate. Atha kho cattāro mahārājā mahatiyā ca yakkhasenāya mahatiyā ca gandhabbasenāya mahatiyā ca kumbhaṇḍasenāya mahatiyā ca nāgasenāya catuddisaṃ rakkhaṃ ṭhapetvā catuddisaṃ gumbaṃ ṭhapetvā catuddisaṃ ovaraṇaṃ ṭhapetvā abhikkantāya rattiyā abhikkantavaṇṇā kevalakappaṃ gijjhakūṭaṃ pabbataṃ obhāsetvā yena bhagavā tenupasaṅkamiṃsu; upasaṅkamitvā bhagavantaṃ abhivādetvā ekamantaṃ nisīdiṃsu. Tepi kho yakkhā appekacce bhagavantaṃ abhivādetvā ekamantaṃ nisīdiṃsu, appekacce bhagavatā saddhiṃ sammodiṃsu, sammodanīyaṃ kathaṃ sāraṇīyaṃ vītisāretvā ekamantaṃ nisīdiṃsu, appekacce yena bhagavā tenañjaliṃ paṇāmetvā ekamantaṃ nisīdiṃsu, appekacce nāmagottaṃ sāvetvā ekamantaṃ nisīdiṃsu, appekacce tuṇhībhūtā ekamantaṃ nisīdiṃsu. Ekamantaṃ nisinno kho vessavaṇo mahārājā bhagavantaṃ etadavoca – santi hi, bhante, uḷārā yakkhā bhagavato appasannā. Santi hi, bhante, uḷārā yakkhā bhagavato pasannā. Santi hi, bhante, majjhimā yakkhā bhagavato appasannā. Santi hi, bhante, majjhimā yakkhā bhagavato pasannā. Santi hi, bhante, nīcā yakkhā bhagavato appasannā. Santi hi, bhante, nīcā yakkhā bhagavato pasannā. Yebhuyyena kho pana, bhante, yakkhā appasannāyeva bhagavato. Taṃ kissa hetu? Bhagavā hi, bhante, pāṇātipātā veramaṇiyā dhammaṃ deseti, adinnādānā veramaṇiyā dhammaṃ deseti, kāmesumicchācārā veramaṇiyā dhammaṃ deseti, musāvādā veramaṇiyā dhammaṃ deseti, surāmerayamajjappamādaṭṭhānā veramaṇiyā dhammaṃ deseti. Yebhuyyena kho pana, bhante, yakkhā appaṭiviratāyeva pāṇātipātā, appaṭiviratā adinnādānā, appaṭiviratā kāmesumicchācārā, appaṭiviratā musāvādā, appaṭiviratā surāmerayamajjappamādaṭṭhānā. Tesaṃ taṃ hoti appiyaṃ amanāpaṃ. Santi hi, bhante, bhagavato sāvakā araññavanapatthāni pantāni senāsanāni paṭisevanti appasaddāni appanigghosāni vijanavātāni manussarāhasseyyakāni paṭisallānasāruppāni. Tattha santi uḷārā yakkhā nivāsino, ye imasmiṃ bhagavato pāvacane appasannā. Tesaṃ pasādāya uggaṇhātu, bhante, bhagavā āṭānāṭiyaṃ rakkhaṃ bhikkhūnaṃ bhikkhunīnaṃ upāsakānaṃ upāsikānaṃ guttiyā rakkhāya avihiṃsāya phāsuvihārāyā’’ti. Adhivāsesi bhagavā tuṇhībhāvena. Atha kho vessavaṇo mahārājā bhagavato adhivāsanaṃ viditvā tāyaṃ velāyaṃ imaṃ āṭānāṭiyaṃ rakkhaṃ abhāsi – Vipassissa ca namatthu, cakkhumantassa sirīmato. Sikhissapi ca namatthu, sabbabhūtānukampino. Vessabhussa ca namatthu, nhātakassa tapassino; Namatthu kakusandhassa, mārasenāpamaddino. Koṇāgamanassa namatthu, brāhmaṇassa vusīmato; Kassapassa ca namatthu, vippamuttassa sabbadhi. Aṅgīrasassa namatthu, sakyaputtassa sirīmato; Yo imaṃ dhammaṃ desesi, sabbadukkhāpanūdanaṃ. Ye cāpi nibbutā loke, yathābhūtaṃ vipassisuṃ; Te janā apisuṇātha, mahantā vītasāradā. Hitaṃ devamanussānaṃ, yaṃ namassanti gotamaṃ; Vijjācaraṇasampannaṃ, mahantaṃ vītasāradaṃ. Yato uggacchati sūriyo, ādicco maṇḍalī mahā. Yassa cuggacchamānassa, saṃvarīpi nirujjhati; Yassa cuggate sūriye, divaso’ti pavuccati. Rahadopi tattha gambhīro, samuddo saritodako; Evaṃ taṃ tattha jānanti, samuddo saritodako’. Ito sā purimā disā’, iti naṃ ācikkhatī jano; Yaṃ disaṃ abhipāleti, mahārājā yasassi so. Gandhabbānaṃ ādhipati, dhataraṭṭho’ti nāmaso; Ramatī naccagītehi, gandhabbehi purakkhato. Puttāpi tassa bahavo, ekanāmāti me sutaṃ; Asīti dasa eko ca, indanāmā mahabbalā. Te cāpi buddhaṃ disvāna, buddhaṃ ādiccabandhunaṃ; Dūratova namassanti, mahantaṃ vītasāradaṃ. Namo te purisājañña, namo te purisuttama; Kusalena samekkhasi, amanussāpi taṃ vandanti; Sutaṃ netaṃ abhiṇhaso, tasmā evaṃ vademase. Jinaṃ vandatha gotamaṃ, jinaṃ vandāma gotamaṃ; Vijjācaraṇasampannaṃ, buddhaṃ vandāma gotamaṃ’. Yena petā pavuccanti, pisuṇā piṭṭhimaṃsikā. Pāṇātipātino luddā, corā nekatikā janā. Ito sā dakkhiṇā disā’, iti naṃ ācikkhatī jano; Yaṃ disaṃ abhipāleti, mahārājā yasassi so. Kumbhaṇḍānaṃ adhipati, virūḷho’ iti nāmaso; Ramatī naccagītehi, kumbhaṇḍehi purakkhato. Puttāpi tassa bahavo, ekanāmāti me sutaṃ; Asīti dasa eko ca, indanāmā mahabbalā. Te cāpi buddhaṃ disvāna, buddhaṃ ādiccabandhunaṃ; Dūratova namassanti, mahantaṃ vītasāradaṃ. Namo te purisājañña, namo te purisuttama; Kusalena samekkhasi, amanussāpi taṃ vandanti; Sutaṃ netaṃ abhiṇhaso, tasmā evaṃ vademase. Jinaṃ vandatha gotamaṃ, jinaṃ vandāma gotamaṃ; Vijjācaraṇasampannaṃ, buddhaṃ vandāma gotamaṃ’. Yattha coggacchati sūriyo, ādicco maṇḍalī mahā. Yassa coggacchamānassa, divasopi nirujjhati; Yassa coggate sūriye, saṃvarī’ti pavuccati. Rahadopi tattha gambhīro, samuddo saritodako; Evaṃ taṃ tattha jānanti, samuddo saritodako’. Ito sā pacchimā disā’, iti naṃ ācikkhatī jano; Yaṃ disaṃ abhipāleti, mahārājā yasassi so. Nāgānañca adhipati, virūpakkho’ti nāmaso; Ramatī naccagītehi, nāgeheva purakkhato. Puttāpi tassa bahavo, ekanāmāti me sutaṃ; Asīti dasa eko ca, indanāmā mahabbalā. Te cāpi buddhaṃ disvāna, buddhaṃ ādiccabandhunaṃ; Dūratova namassanti, mahantaṃ vītasāradaṃ. Namo te purisājañña, namo te purisuttama; Kusalena samekkhasi, amanussāpi taṃ vandanti; Sutaṃ netaṃ abhiṇhaso, tasmā evaṃ vademase. Jinaṃ vandatha gotamaṃ, jinaṃ vandāma gotamaṃ; Vijjācaraṇasampannaṃ, buddhaṃ vandāma gotamaṃ’. Yena uttarakurū rammā, mahāneru sudassano. Manussā tattha jāyanti, amamā apariggahā. Na te bījaṃ pavapanti, napi nīyanti naṅgalā; Akaṭṭhapākimaṃ sāliṃ, paribhuñjanti mānusā. Akaṇaṃ athusaṃ suddhaṃ, sugandhaṃ taṇḍulapphalaṃ; Tuṇḍikīre pacitvāna, tato bhuñjanti bhojanaṃ. Gāviṃ ekakhuraṃ katvā, anuyanti disodisaṃ; Pasuṃ ekakhuraṃ katvā, anuyanti disodisaṃ. Itthī-vāhanaṃ katvā, anuyanti disodisaṃ; Purisaṃ vāhanaṃ katvā, anuyanti disodisaṃ. Kumāriṃ vāhanaṃ katvā, anuyanti disodisaṃ; Kumāraṃ vāhanaṃ katvā, anuyanti disodisaṃ. Te yāne abhiruhitvā, Sabbā disā anupariyanti; Pacārā tassa rājino. Hatthiyānaṃ assayānaṃ, dibbaṃ yānaṃ upaṭṭhitaṃ; Pāsādā sivikā ceva, mahārājassa yasassino. Tassa ca nagarā ahu, Antalikkhe sumāpitā; Āṭānāṭā kusināṭā parakusināṭā, Nāṭapuriyā parakusiṭanāṭā. Uttarena kapivanto, Janoghamaparena ca; Navanavutiyo ambaraambaravatiyo, Āḷakamandā nāma rājadhānī. Kuverassa kho pana, mārisa, mahārājassa visāṇā nāma rājadhānī; Tasmā kuvero mahārājā, vessavaṇo’ti pavuccati. Paccesanto pakāsenti, tatolā tattalā tatotalā; Ojasi tejasi tatojasī, sūro rājā ariṭṭho nemi. Rahadopi tattha dharaṇī nāma, yato meghā pavassanti; Vassā yato patāyanti, sabhāpi tattha sālavatī nāma. Yattha yakkhā payirupāsanti, tattha niccaphalā rukkhā; Nānā dijagaṇā yutā, mayūrakoñcābhirudā; Kokilādīhi vagguhi. Jīvañjīvakasaddettha, atho oṭṭhavacittakā; Kukutthakā kuḷīrakā, vane pokkharasātakā. Sukasāḷikasaddettha, daṇḍamāṇavakāni ca; Sobhati sabbakālaṃ sā, kuveranaḷinī sadā. Ito sā uttarā disā’, iti naṃ ācikkhatī jano; Yaṃ disaṃ abhipāleti, mahārājā yasassi so. Yakkhānañca adhipati, kuvero’ iti nāmaso; Ramatī naccagītehi, yakkheheva purakkhato. Puttāpi tassa bahavo, ekanāmāti me sutaṃ; Asīti dasa eko ca, indanāmā mahabbalā. Te cāpi buddhaṃ disvāna, buddhaṃ ādiccabandhunaṃ; Dūratova namassanti, mahantaṃ vītasāradaṃ. Namo te purisājañña, namo te purisuttama; Kusalena samekkhasi, amanussāpi taṃ vandanti; Sutaṃ netaṃ abhiṇhaso, tasmā evaṃ vademase. Jinaṃ vandatha gotamaṃ, jinaṃ vandāma gotamaṃ; Vijjācaraṇasampannaṃ, buddhaṃ vandāma gotama’’’nti. Ayaṃ kho sā, mārisa, āṭānāṭiyā rakkhā bhikkhūnaṃ bhikkhunīnaṃ upāsakānaṃ upāsikānaṃ guttiyā rakkhāya avihiṃsāya phāsuvihārāya. Yassa kassaci, mārisa, bhikkhussa vā bhikkhuniyā vā upāsakassa vā upāsikāya vā ayaṃ āṭānāṭiyā rakkhā suggahitā bhavissati samattā pariyāpuṭā. Taṃ ce amanusso yakkho vā yakkhinī vā yakkhapotako vā yakkhapotikā vā yakkhamahāmatto vā yakkhapārisajjo vā yakkhapacāro vā, gandhabbo vā gandhabbī vā gandhabbapotako vā gandhabbapotikā vā gandhabbamahāmatto vā gandhabbapārisajjo vā gandhabbapacāro vā, kumbhaṇḍo vā kumbhaṇḍī vā kumbhaṇḍapotako vā kumbhaṇḍapotikā vā kumbhaṇḍamahāmatto vā kumbhaṇḍapārisajjo vā kumbhaṇḍapacāro vā, nāgo vā nāgī vā nāgapotako vā nāgapotikā vā nāgamahāmatto vā nāgapārisajjo vā nāgapacāro vā, paduṭṭhacitto bhikkhuṃ vā bhikkhuniṃ vā upāsakaṃ vā upāsikaṃ vā gacchantaṃ vā anugaccheyya, ṭhitaṃ vā upatiṭṭheyya, nisinnaṃ vā upanisīdeyya, nipannaṃ vā upanipajjeyya. Na me so, mārisa, amanusso labheyya gāmesu vā nigamesu vā sakkāraṃ vā garukāraṃ vā. Na me so, mārisa, amanusso labheyya āḷakamandāya nāma rājadhāniyā vatthuṃ vā vāsaṃ vā. Na me so, mārisa, amanusso labheyya yakkhānaṃ samitiṃ gantuṃ. Apissu naṃ, mārisa, amanussā anāvayhampi naṃ kareyyuṃ avivayhaṃ. Apissu naṃ, mārisa, amanussā attāhipi paripuṇṇāhi paribhāsāhi paribhāseyyuṃ. Apissu naṃ, mārisa, amanussā rittaṃpissa pattaṃ sīse nikkujjeyyuṃ. Apissu naṃ, mārisa, amanussā sattadhāpissa muddhaṃ phāleyyuṃ. Santi hi, mārisa, amanussā caṇḍā ruddhā rabhasā, te neva mahārājānaṃ ādiyanti, na mahārājānaṃ purisakānaṃ ādiyanti, na mahārājānaṃ purisakānaṃ purisakānaṃ ādiyanti. Te kho te, mārisa, amanussā mahārājānaṃ avaruddhā nāma vuccanti. Seyyathāpi, mārisa, rañño māgadhassa vijite mahācorā. Te neva rañño māgadhassa ādiyanti, na rañño māgadhassa purisakānaṃ ādiyanti, na rañño māgadhassa purisakānaṃ purisakānaṃ ādiyanti. Te kho te, mārisa, mahācorā rañño māgadhassa avaruddhā nāma vuccanti. Evameva kho, mārisa, santi amanussā caṇḍā ruddhā rabhasā, te neva mahārājānaṃ ādiyanti, na mahārājānaṃ purisakānaṃ ādiyanti, na mahārājānaṃ purisakānaṃ purisakānaṃ ādiyanti. Te kho te, mārisa, amanussā mahārājānaṃ avaruddhā nāma vuccanti. Yo hi koci, mārisa, amanusso yakkho vā yakkhinī vā yakkhapotako vā yakkhapotikā vā yakkhamahāmatto vā yakkhapārisajjo vā yakkhapacāro vā, gandhabbo vā gandhabbī vā gandhabbapotako vā gandhabbapotikā vā gandhabbamahāmatto vā gandhabbapārisajjo vā gandhabbapacāro vā, kumbhaṇḍo vā kumbhaṇḍī vā kumbhaṇḍapotako vā kumbhaṇḍapotikā vā kumbhaṇḍamahāmatto vā kumbhaṇḍapārisajjo vā kumbhaṇḍapacāro vā, nāgo vā nāgī vā nāgapotako vā nāgapotikā vā nāgamahāmatto vā nāgapārisajjo vā nāgapacāro vā paduṭṭhacitto bhikkhuṃ vā bhikkhuniṃ vā upāsakaṃ vā upāsikaṃ vā gacchantaṃ vā anugaccheyya, ṭhitaṃ vā upatiṭṭheyya, nisinnaṃ vā upanisīdeyya, nipannaṃ vā upanipajjeyya. Imesaṃ yakkhānaṃ mahāyakkhānaṃ senāpatīnaṃ mahāsenāpatīnaṃ ujjhāpetabbaṃ vikkanditabbaṃ viravitabbaṃ – ayaṃ yakkho gaṇhāti, ayaṃ yakkho āvisati, ayaṃ yakkho heṭheti, ayaṃ yakkho viheṭheti, ayaṃ yakkho hiṃsati, ayaṃ yakkho vihiṃsati, ayaṃ yakkho na muñcatī’ti. Katamesaṃ yakkhānaṃ mahāyakkhānaṃ senāpatīnaṃ mahāsenāpatīnaṃ? Indo somo varuṇo ca, bhāradvājo pajāpati; Candano kāmaseṭṭho ca, kinnughaṇḍu nighaṇḍu ca. Panādo opamañño ca, devasūto ca mātali; Cittaseno ca gandhabbo, naḷo rājā janesabho. Sātāgiro hemavato, puṇṇako karatiyo guḷo; Sivako mucalindo ca, vessāmitto yugandharo. Gopālo suppagedho ca, hirī nettī ca mandiyo; Pañcālacaṇḍo āḷavako, pajjunno sumano sumukho; Dadhimukho maṇi mānicaro dīgho, atho serīsako saha. Imesaṃ yakkhānaṃ mahāyakkhānaṃ senāpatīnaṃ mahāsenāpatīnaṃ ujjhāpetabbaṃ vikkanditabbaṃ viravitabbaṃ – ayaṃ yakkho gaṇhāti, ayaṃ yakkho āvisati, ayaṃ yakkho heṭheti, ayaṃ yakkho viheṭheti, ayaṃ yakkho hiṃsati, ayaṃ yakkho vihiṃsati, ayaṃ yakkho na muñcatī’ti. Ayaṃ kho sā, mārisa, āṭānāṭiyā rakkhā bhikkhūnaṃ bhikkhunīnaṃ upāsakānaṃ upāsikānaṃ guttiyā rakkhāya avihiṃsāya phāsuvihārāya. Handa ca dāni mayaṃ, mārisa, gacchāma bahukiccā mayaṃ bahukaraṇīyā’’ti. Yassadāni tumhe mahārājāno kālaṃ maññathā’’ti. Atha kho cattāro mahārājā uṭṭhāyāsanā bhagavantaṃ abhivādetvā padakkhiṇaṃ katvā tatthevantaradhāyiṃsu. Tepi kho yakkhā uṭṭhāyāsanā appekacce bhagavantaṃ abhivādetvā padakkhiṇaṃ katvā tatthevantaradhāyiṃsu. Appekacce bhagavatā saddhiṃ sammodiṃsu, sammodanīyaṃ kathaṃ sāraṇīyaṃ vītisāretvā tatthevantaradhāyiṃsu. Appekacce yena bhagavā tenañjaliṃ paṇāmetvā tatthevantaradhāyiṃsu. Appekacce nāmagottaṃ sāvetvā tatthevantaradhāyiṃsu. Appekacce tuṇhībhūtā tatthevantaradhāyiṃsūti. Paṭhamabhāṇavāro niṭṭhito. ~ Āṭānāṭiya Sutta ~ 1. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Rājagaha di Puncak Hering. Dan Empat Raja Dewa, bersama serombongan besar yakkha, gandhabba, kumbhaṇḍa dan nāga, setelah membuat pengawalan, barisan pertahanan, panjagaan di empat penjuru, ketika malam hampir berlalu, pergi menjumpai Sang Bhagavā, menerangi seluruh Puncak Hering dengan cahaya tubuh mereka, memberi hormat kepada Beliau dan duduk di satu sisi. Dan beberapa yakkha memberi hormat kepada Beliau dan duduk di satu sisi, beberapa saling bertukar sapa dengan Beliau sebelum duduk, beberapa memberi hormat dengan merangkapkan tangan, beberapa menyebutkan nama dan suku mereka, dan beberapa duduk berdiam diri. 2. Kemudian setelah duduk di satu sisi, Raja Vessavaṇa berkata kepada Sang Bhagavā Bhagavā, ada beberapa yakkha tingkat tinggi yang tidak berkeyakinan kepada Sang Bhagavā, dan yang lainnya berkeyakinan; dan demikian pula ada yakkha peringkat menengah dan rendah yang tidak berkeyakinan terhadap Sang Bhagavā, dan yang lainnya berkeyakinan. Tetapi, Bhagavā, sebagian besar yakkha tidak berkeyakinan kepada Sang Bhagavā. Mengapakah? Sang Bhagavā mengajarkan menghindari pembunuhan, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari pelanggaran seksual, menghindari berbohong, dan menghindari minuman keras dan obar-obat yang menyebabkan kelambanan. Tetapi sebagian besar yakhha tidak menghindari hal-hal ini, dan melakukan hal-hal ini adalah tidak disukai dan tidak menyenangkan bagi mereka. Sekarang, Bhagavā, ada para siswa Sang Bhagavā yang menetap di tengah hutan belantara yang jauh, dimana hanya ada sedikit suara atau teriakan, cocok untuk melatih diri. Dan ada yakkha tingkat tinggi yang menetap di sana yang tidak berkeyakinan kepada Sang Bhagavā. Dengan tujuan untuk memberikan kepercayaan diri kepada orang-orang ini, Sudilah Bhagavā mempelajari syair-syair perlindungan Āṭānāṭā, yang dengannya para bhikkhu dan bhikkhunī, para umat awam laki-laki dan perempuan akan dikawal, dilindungi, tidak dicelakai dan merasa nyaman.’ dan Sang Bhagavā menyetujuinya dengan berdiam diri. 3. Kemudian Raja Vessavaṇa, setelah memahami persetujuan Sang Bhagavā, segera membacakan syair-syair perlindungan Āṭānāṭā Terpujilah Vipassī, Yang megah berpenglihatan tajam. Terpujilah Sikhī juga, Yang penuh belas kasihan terhadap semua makhluk. Terpujilah Vessabhū, Yang mandi dalam pertapaan murni. Terpujilah Kakusandha, Penakluk bala tentara Māra, Terpujilah juga Koṇāgamana Sang Brahmana sempurna. Terpujilah Kassapa, Terbebaskan dalam segala hal, Terpujilah Angīrasa, Putra Sakya yang bersinar, Sang Guru Dhamma Yang mengatasi segala penderitaan. Dan mereka yang terbebaskan dari dunia ini, Melihat jantung dari segala hal, Mereka yang lembut bahasanya, Perkasa dan juga bijaksana, Kepadanya yang membantu para dewa dan manusia, Kepada Gotama mereka memuja Terlatih dalam kebijaksanaan, juga dalam perilaku, Perkasa dan juga cerdik. 4. Dari titik di mana matahari muncul, Anak Aditya, dalam pancaran gemilang, Yang kemunculannya menyebabkan malam yang menyelimuti Tersingkirkan dan lenyap, Sehingga dengan terbitnya matahari Muncullah apa yang mereka sebut Siang, Juga ada air yang banyak dan bergerak ini, Dalam dan lautan yang perkasa bergelombang, Orang-orang ini mengetahui, dan ini mereka sebut Samudra atau Lautan Bergelombang. Arah ini adalah Timur, atau yang Pertama Inilah bagaimana orang-orang menyebutnya. Arah ini dijaga oleh seorang raja. Memiliki kemasyhuran dan kekuasaan besar, Raja dari semua gandhabba, Dhataraṭṭha adalah namanya, Dihormati oleh para gandhabba. Nyanyian dan tarian mereka ia nikmati. Ia memiliki banyak putra perkasa Delapan puluh, sepuluh dan satu, kata mereka Dan semuanya memiliki satu nama, Dipanggil Indra, raja kekuatan, Dan ketika Sang Buddha menyapa tatapan mereka, Buddha, kerabat Matahari, Dari jauh mereka menyembah Kepada Raja Kebijaksanaan sejati “Salam, o Manusia Mulia! Salam kepadaMu, yang pertama di antara manusia! Dalam kebaikan Engkau menatap kami, Siapakah, walaupun bukan manusia, yang menghormati Engkau! Sering ditanya, apakah kami menghormati Gotama Sang Penakluk? – Kami menjawab Kami memang menghormati Gotama, Sang Penakluk Agung, Terlatih dalam kebijaksanaan, juga dalam perilaku, Buddha Gotama kami menghormat!’” 5. Tempat yang oleh manusia disebut tempat kediaman peta, Pengucap kata-kata kasar, dan pemfitnah, Pembunuh dan makhluk-makhluk serakah, Pencuri dan penipu licik semuanya, Arah ini adalah Selatan, mereka berkata Itulah orang-orang menyebutnya. Arah ini dijaga oleh seorang raja, Memiliki kemashyuran dan kekuasaan besar, Raja dari para kumbhaṇḍa, Virūḷhaka adalah namanya, Dihormati oleh para kumbhaṇḍa, Nyanyian dan tarian mereka ia nikmati … dilanjutkan seperti 4 6. Dari titik di mana matahari terbenam, Anak Aditya, dalam pancaran agung, Yang dengannya siang berakhir Dan malam, Sang Penyelimut, seperti orang-orang mengatakan, Muncul lagi menggantikan siang, Juga air yang banyak dan bergerak ini, Dalam dan lautan yang perkasa bergelombang, Orang-orang ini mengetahui, dan ini mereka sebut Samudra atau Lautan Bergelombang. Arah ini adalah Barat, atau yang Terakhir demikianlah orang-orang menyebutnya. Arah ini dijaga oleh seorang raja, Memiliki kemasyhuran dan kekuasaan besar, Raja dari para nāga Virūpakkha adalah namanya. Dihormati oleh naga, Nyanyian dan tarian mereka ia nikmati … dilanjutkan seperti 4. 7. Di mana negeri Kuru yang indah di Utara terletak, Di bawah Neru perkasa yang menarik, Di sana manusia berdiam, ras yang berbahagia, Tidak memiliki apa-apa, tidak memiliki istri. Mereka tidak perlu menebar benih, Mereka tidak perlu menarik bajak Dari hasil panen yang masak dengan sendirinya Memberikan dirinya untuk dimakan manusia. Bebas dari dedak dan dari sekam, Beraroma harum, beras terbaik, Ditanak di atas tungku batu-panas, Makanan demikianlah yang mereka makan. Sapi dengan satu sadel terpasang, Demikianlah mereka menunggang berkeliling, Menggunakan perempuan sebagai tunggangan, Demikianlah mereka menunggang berkeliling; Menggunakan laki-laki sebagai tunggangan, Demikianlah mereka menunggang berkeliling; Menggunakan gadis perawan sebagai tunggangan, Demikianlah mereka menunggang berkeliling; Menggunakan anak-anak laki-laki sebagai tunggangan, Demikianlah mereka menunggang berkeliling; Dan demikianlah, dibawa oleh tunggangan demikian, Semua wilayah mereka lintasi Untuk melayani raja mereka. Gajah-gajah mereka tunggangi, kuda-kuda juga, Kereta-kereta yang layak untuk para dewa juga mereka miliki. Tandu megah tersedia Untuk para pengikut kerajaan. Kota-kota juga mereka miliki, dibangun dengan sempurna, Menjulang tinggi ke angkasa Āṭānāṭā, Kusināṭā, Parakusināṭā, Nāṭapuriya adalah milik mereka, Dan Parakusināṭā. Kapīvanta di utara, Janogha, kota-kota lainnya juga, Navanavatiya, Ambara- Ambaravatiya, Āḷakamandā, kota kerajaan, Tetapi di mana Kuvera berdiam, raja mereka Disebut Visāṇā, darimana sang raja Mendapatkan nama Vessavaṇa. Mereka yang melakukan tugas-tugasnya adalah Tatolā, Tattalā, Tototalā, kemudian Tejasi, Tatojasi, Sūra, Rājā, Ariṭṭha, Nemi. Terdapat Dharaṇī air yang perkasa, Sumber awan-hujan yang tumpah Ketika musim hujan tiba. Di sana ada Bhagalavati, sebuah aula Tempat pertemuan para yakkha, Dikelilingi pohon-pohon yang berbuah selamanya Dipenuhi banyak jenis burung, Di mana merak memekik dan bangau berkicau, Dan burung tekukur dengan lembut memanggil. Burung-jīva yang meneriakkan “Hiduplah terus!” Dan ia yang menyanyikan “Bergembiralah! Ayam hutan, kulīraka, Bangau hutan, burung-padi juga, Dan burung-mynah yang menyerupai manusia, Dan mereka yang bernama “manusia jangkungan”. Dan di sana terletak yang selamanya indah Danau-seroja Kuvera yang indah. Arah ini adalah Utara, mereka berkata Itu adalah bagaimana orang-orang menyebutnya. Arah ini dijaga oleh seorang raja. Memiliki kemasyhuran dan kekuasaan besar, Raja dari para yakkha, Dan Kuvera adalah namanya, Dihormati oleh para yakkha, Nyanyian dan tarian mereka ia nikmati. Ia memiliki banyak putera kuat Delapan puluh, sepuluh dan satu, kata mereka Dan semuanya memiliki satu nama, Dipanggil Indra, raja kekuatan, Dan ketika Sang Buddha menyapa tatapan mereka, Buddha, kerabat Matahari, Dari jauh mereka bersujud Kepada Raja Kebijaksanaan sejati “Salam, o Manusia Mulia! Salam kepadaMu, Yang Pertama di antara manusia! Dalam kebaikan Engkau menatap kami, Siapakah, walaupun bukan manusia, yang menghormati Engkau! Sering ditanya, apakah kami menghormati Gotama Sang Penakluk? – Kami menjawab Kami memang menghormati Gotama, Sang Penakluk Agung, Terlatih dalam kebijaksanaan, juga dalam perilaku, Buddha Gotama kami menghormat!’”’ 8. Ini, Yang Mulia, adalah syair-syair perlindungan Āṭānāṭā, yang dengannya para bhikkhu dan bhikkhunī, para umat awam laki-laki dan perempuan akan dikawal, dilindungi, tidak dicelakai dan merasa nyaman. Dan jika bhikkhu atau bhikkhunī, umat awam laki-laki atau perempuan mana pun juga mempelajari syair-syair ini dengan baik dan menghapalkannya dalam hati, maka jika makhluk bukan manusia mana pun juga, yakkha laki-laki atau perempuan atau anak-anak yakkha, atau pemimpin pelayan atau pelayan yakkha, gandhabba laki-laki atau perempuan, …kumbhaṇḍa, … nāga, … mendatangi orang itu dengan niat jahat ketika ia sedang berjalan atau hendak berjalan, berdiri atau hendak berdiri, duduk atau hendak duduk, berbaring atau hendak berbaring, maka makhluk bukan manusia itu tidak akan dihormati dan disembah di desa atau pemukiman. Makhluk itu tidak akan mendapatkan tempat tinggal di ibukotaku Āḷakamandā, ia tidak akan diizinkan menghadiri pertemuan para yakkha, juga tidak diterima dalam suatu pernikahan. Dan semua makhluk bukan manusia, dengan kemarahan, akan mengecamnya. Kemudian mereka akan membungkukkan kepalanya seperti mangkuk kosong, dan mereka akan memecahkan kepalanya menjadi tujuh keping. 9. Ada, Yang Mulia, beberapa makhluk bukan manusia, yang ganas, liar dan mengerikan. Mereka tidak mematuhi Raja-rajanya, juga tidak kepada para menterinya, juga tidak kepada para pelayannya. Mereka dikatakan memberontak melawan Raja-raja Dewa. Bagaikan pemimpin-penjahat yang ditaklukkan oleh Raja Magadha tidak mematuhi Raja Magadha, atau menterinya atau pelayannya, demikian pula mereka bersikap. Sekarang jika ada yakkha atau anak-anak yakkha yang manapun, … gandhabba, … mendatangi bhikkhu atau bhikkhunī, umat awam laki-laki atau perempuan mana pun dengan niat jahat, maka orang itu harus waspada, memanggil dan meneriakkan nama para yakkha, yakkha tinggi, para pemimpin dan jenderal mereka, dengan mengatakan “Yakkha ini telah menangkapku, menyakitiku, mencelakaiku, melukaiku dan tidak melepaskan aku!” 10. Yang manakah yakkha, yakkha tinggi, para pemimpin dan jenderal yakkha itu? Mereka adalah Inda, Soma, Varuṇa, Bhāradvāja, Pajāpati, Candana, Kāmaseṭṭha, Kinnughaṇḍu dan Nighaṇḍu, Panāda, Opamañña, Devasutta, Mātali, Cittasena Sang Gandhabba, Naḷa, Rājā, Janesabha, Sātāgira, Hemavata, Puṇṇaka, Karatiya, Gula, Sīvaka, Mucalinda juga, Vessāmitta, Yugandhara, Gopāla, Suppagedha juga, Hirī, Netti dan Mandiya, Pañcālacaṇḍa, Āḷavaka, Pajunna, Sumana, Sumukha, Dadimukha, Maṇi juga, Kemudian Mānicara, Dīgha, Dan, yang terakhir, Serissaka. Ini adalah yakkha, yakkha tinggi, para pemimpin dan jenderal yakkha yang harus dipanggil jika terjadi serangan demikian. 11. Dan ini, Yang Mulia, adalah syair-syair perlindungan Āṭānāṭā, yang dengannya para bhikkhu dan bhikkhunī, para umat awam laki-laki dan perempuan akan dikawal, dilindungi, tidak dicelakai dan merasa nyaman. Dan sekarang, Yang Mulia, kami harus pergi kami mempunyai banyak tugas, banyak hal yang harus dikerjakan.’ Lakukanlah Raja, apa yang kalian anggap baik.’ Dan Empat Raja Dewa berdiri, memberi hormat kepada Sang Bhagavā, berbalik dengan sisi kanan menghadap Sang Bhagavā, dan lenyap dari sana. Dan para yakkha berdiri, dan beberapa memberi hormat kepada Sang Bhagavā, berbalik dengan sisi kanan menghadap Sang Bhagavā, dan lenyap dari sana, dan beberapa saling bertukar sapa dengan Sang Bhagavā, beberapa memberi hormat kepada Beliau dengan merangkapkan tangan, beberapa menyebutkan nama dan suku mereka, dan mereka semuanya lenyap. 12. Dan ketika malam berlalu, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu Para bhikkhu, tadi malam Empat Raja Dewa … mendatangiKu … ulangi seluruh paragraf 1-11. 13. Para bhikkhu, kalian harus mempelajari syair-syair perlindungan Āṭānāṭā, menguasainya dan menghapalkannya. Itu adalah untuk keuntungan kalian, dan dengannya para bhikkhu dan bhikkhunī, para umat awam laki-laki dan perempuan akan dikawal, dilindungi, tidak dicelakai dan merasa nyaman.’ Demikianlah Sang Bhagavā berbicara dan para bhikkhu senang dan gembira mendengar kata-kata Beliau. © Hak Cipta HERY SHIETRA. Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.
Simple Buddhist Mantras for Love and Healing Introduction Buddhist practitioners use the recitation of the mantras as a method of cultivating an awareness of the qualities of the Buddha. The sacred and healing vibrations and sounds of the mantra awaken the spiritual life force and stimulate the energy centers of the practitioner. ”Mantras are like non-conceptual wish-fulfilling jewels. Infusing one’s being with the power of mantra, like the form of a moon reflected on a body of water, necessitates the presence of faith and other conditions that set the stage for the spiritual attainments of a Buddhist mantra. Just as the moon’s reflection cannot appear without water, ancient mantras cannot function without the presence of faith and other such factors in one’s being.” – Jamgon Mipham, a great Tibetan scholar. ALSO READ Sa Re Sa Sa Mantra meaning & meditation Listed below are 6 simple Buddhist mantras for peace, love, and healing Tara Mantra White Tara is one of the main 21 aspects of the Goddess Arya Tara. She is associated with the Padma family of Buddha Amitabha. Her white color signifies wisdom, purity, and truth. White Tara is compassionate towards all sentient beings and has a heartfelt desire to prevent further suffering, which has been described as stronger than a mother’s love for her children. Moreover, the White Tara mantra helps all and requires no special initiations or permissions to practice at a beginner level. Advanced practices, some sadhanas, and advanced healing certainly require a spiritual teacher’s guidance and permission, but this mantra recitation is for anyone. Mantra lyrics – ”Om Tare Tuttare Ture Mama Ayuh Punya Jñana Pustim Kuru Svaha.” Amitabha Mantra Buddha Amitabha is an archetypal Buddha who is supremely important in far eastern Buddhism. In Vajrayana Buddhism, Buddha Amitabha His name means infinite radiance is known for His pure perception, longevity attribute, magnetizing red fire element, the aggregate of discernment, and the deep awareness of the emptiness of phenomena. He is said to display 84,000 distinguishing and auspicious marks reflecting His many virtues and characteristics. The first known sutra mentioning Amitabha Buddha is the translation into Chinese of the Pratyutpanna Samadhi Sutra by the Kushan monk Lokaksema around 180. This Buddhist writing is said to be the origin of pure land practices in China. Buddha Mantra He is the Buddha of healing and medicine in Mahayana Buddhism. Medicine Buddha said that even if an animal hears the Medicine Buddha’s powerful mantra, it will never be reborn in the lower realms. The Medicine Buddha’s right-hand gesture symbolizes and represents the complete eradication of suffering, particularly the suffering of sickness, using the means of relative truth. Mantra lyrics – ”Tayata Om Bekandze Bekandze Maha Bekandze Radza Samudgate Soha.” Compassion Mantra This long mantra Dharani was spoken by the Bodhisattva Avalokitesvara also known as Chenrezig before an assembly of Buddhas, bodhisattvas, kings, and devas, according to the Mahakarunikacitta Sutra. When you practice the Great Compassion Mantra, the earth trembles, and the heavens quake as this powerful mantra penetrates earth and heaven. Moreover, people and gods who chant and hold the Great Compassion Mantra will not suffer fifteen kinds of bad death and will obtain fifteen kinds of good birth. Sharanam Gacchami Mantra This mantra is an important aspect of the Buddhist path. The principal focus of inspiration and devotion for Buddhists is the Triple Gem also known as the Three Refuges and the Three Treasures. These three are Buddha, Dhamma, and Sangha. The Buddha represents the enlightened one; the Dhamma represents the method he gave; and the Sangha represents all the people who are seeking, all these are equally essential because if you are not among seekers, you will become something else. Mantra lyrics Buddham saranam gacchami I go to the Buddha for refuge, Dhammam saranam gacchami I go to the Dhamma for refuge, Sangham saranam gacchami I go to the Sangha for refuge. ALSO READ Lalana Chakra Talu – The Secret Center of Nectar Buddha Mantra Akshobhya Buddha is one of the five Dhyani Buddhas wisdom Buddhas, along with Ratnasambhava, Vairocana, Amitabha, and Amoghasiddhi. Buddha Akshobhya represents the overcoming of passions such as anger and hatred towards other sentient beings. He established the enlightened intention that all living beings could purify and dissolve any degree of nonvirtue. Akshobhya mantra meditation can liberate not only the practitioner from the fear of inauspicious rebirth but other living beings as well. Mantra lyrics ”Namo bhagavate Akshobhaya, tathagataya arhate Samyaksam buddhyaya. Tadyatha Om kamkani kamkani, rochani rochani. Trotani trotani. Trasani trasani. Pratihana pratihana. Sarva karma param para nime Sarva sattva nancha svaha.” Image source –
mantra buddha mengusir roh jahat